Qadhi Abu Bakar Al-Baqillani Ulama cerdas pembabat madzhab sesat
بسم الله الرحمن الرحيم
Biografi Qadhi Abu Bakar Al-Baqillani
Ulama cerdas pembabat madzhab sesat
Di sekian
banyaknya manusia manusia cerdas di bumi ini pada masanya adalah seorang ulama
besar bernama Abu Bakar al-Baqillani. Beliau adalah merupakan tokoh besar dari
golongan Asy’ariah sepeninggal Abu Hasan al-Asy’ari. Beliau juga merupakan
pakar ilmu kalam bermadzhab Asy’ariah. Tak heran, karya karya beliau ini lebih
fokus mengonter pemikiran pemikiran Syiah Rafidhah, Muktazilah, Jahmiyah,
Khawarij, dan madzhab sesat lainnya.
Dilahirkan di
kota terbesar kedua di Iraq setelah Baghdad; yaitu Bashrah. Nama lengkapnya
adalah Abu Bakar Muhammad bin Thayyib bin Muhammad al-Baqillani, dinisbatkan ke
sebuah daerah bernama Baqila’. Beliau hidup sekitar pertengahan abad keempat
sampai awal abad kelima H, yakni pada masa awal pemerintahan Dinasti Buwaihi.
Beliau tinggal
di Baghdad dan menuntut ilmu dengan beberapa ulama, diantarannya
Abu Bakar
bin Malik al-Qathi’i, Abu Muhammad bin Musa, dan Abu Ahmad Husein an-Naisaburi.
Abu bakar al Baqillani belajar hadis dengan beliau beliau bertiga.
Untuk ilmu
Fiqihnya beliau belajar kepada Abu Bakar al-Abhuri.
sedangkan ilmu kalam,
beliau belajar langsung kepada Abu Abdulllah Bakar bin Mujahid al-Bashri
ath-Tha’i dan Abu Hasan al-Bahili yang keduanya adalah merupakan murid langsung
Imam al-Asy’ari, yakni pencetus kalam Asya’irah.
Al Baqillani
adalah protipe ulama produktif yang sangat menghargai waktu. Sampai sampai
Abdul Fattah Abu Ghuddah berkata dalam kitabnya, Qimatuz-Zaman ‘indal Ulama’,
“setiap malam, Abu Bakar al-Baqillani selalu menulis kitab dan tidak tidur
sebelum menulis 35 halaman.”
Termasuk kehebatan
beliau berdasarkan penuturan dari Imam Abu Bakar al- Khawarizmi, pada masa itu;
mayoritas penulis kitab di Baghdad selalu merujuk ke kitab kitab karangan orang
lain, tapi tidak bagi al Baqillani. Beliau tidak pernah menukil atau merujuk
dari kitab kitab orang lain.
Di antara
karya Al Baqillani :
I’jazul
Qur’an yang naskah
aslinya disimpan di salah satu museum di inggris
At Tamhid manuskripnya disimpan di museum
Istanbul dan museum paris
Al Inshaf
fi Asbabil Khilaf
Hidayatul
Musytarsyidin
Manaqibul
Aimmah
Risalatul
Hurrah
Al ibanah
fi Ibthal Madzhab Ahlil Kufri wad Dhalal
Sedangkan karangan
beliau yang khusus membantah pemikirian Syiah, Muktazilah dan Khawarij adalah At
Tamhid fir Raddi alal Mulhidah wal Mu’aththillah wal Khawarij wal Mu’tazilah.
Disamping itu
semua, beliau juga adalah ulama yang sangat warak, zuhud, religius dan selalu
menjaga dirinya dari perbuatan cela. Banyak ulama yang memuji akhlak terpuji
beliau, seperti Abu Hatim al Qazwini yang berkata “sifat sifat terpuji tersebut
yang disembunyikan dari orang lain, lebih besar daripada yang ditampakkan.”
Tidak hanya
Abu Hatim, pujian juga mengalir dari pengikut Asy Syafi’i dan Maliki, bahkan
juga mengalir dari tokoh tokoh pengikut madzhab Hambali, seperti Abu al Hasan at
Tamimi al Hanbali yang berkata kepada murid murid al Baqillani seperti halnya
Imam al Juwaini (Imam Haramin) dan Imam Abu Hamid al Ghazali.
Al Baqillani
juga mempunyai kontribusi besar dalam penyebarluasan paham Asy’ariyyah. Terbukti
dengan karya karyanya dalam bidang ilmu kalam yang membabat habis pemikirian
pemikirian teologi menyimpang, beliau sering berdebat dengan aliran islam yang
menyimpang, bahkan dengan pendeta dan orang orang orientalis.
Dalam sebuah
kitab yang berjudul Tarikh Baghdad ada keterangan yang tertulis seperti
ini
Kala itu,
Abu bakar al Baqillani pernah menjadi delegasi untuk berdebat dengan kaum
Nasrani di Konstantinopel atas permintaan Raja Iraq pada tahun 381. Disaat Raja
Romawi mendengar berita kedatangan Abu Bakar Al Baqillani, ia menyuruh
punggawannya untuk memendekkan ketinggian pintu dengan tujuan supaya al
Baqillani merundukkan kepala dan badannya ketika masuk seperti orang yang
sedang rukuk. (haram hukumnya rukuk atau sujud kepada selain Allah) sehingga al
Baqillani akan terhina di hadapan Raja Romawi dan para punggawannya.
Tapi, al Baqillani
bukan orang yang mudah diperdaya, mengetahui siasat raja Romawi tersebut,
beliau berbalik sambil berjalan masuk ke pintu dengan membelakangi raja dan
para punggawannya. Melihat hal itu, Raja Romawi menyadari bahwa dia sedang
berhadapan dengan seorang ulama cerdik dan cendekia.
Lalu, al
Baqillani masuk dan kemudian menanyakan kabar tanpa mengucapkan salam. (karena
dilarang mengawali mengucapkan salam pada orang kafir)
Kemudian al
Baqillani menoleh ke arah pendeta yang diagungkan sambil bertanya: “Bagaimana
kabarmu, keluarga dan juga anak anakmu?”.
Mendengar itu
Raja Romawi marah dan lantas berteriak: “Tidakkah anda tahu bahwa para pendeta
kami tidak menikah dan tidak memiliki anak?.” Al Baqillani lalu menjawab: “Kalian
menyucikan pendeta kalian dari pernikahan dan dari menghasilkan anak, kemudian
kalian menuduh tuhan kalian menikahi Maryam dan memiliki anak Isa?”
Lalu Raja
Romawi berkata dengan penuh kemarahan: “Bisa anda jelaskan tentang tuduhan zina
yang dialamatkan kepada Aisyah?”. Kemudia al Baqillani menjawab: “Penuduh zina
kepada Aisyah adalah orang orang Rafidhah dan kalangan manusia munafik,
demikian pula yang menuduh zina kepada Maryam adalah orang Yahudi. Namun,
perbedaannya, Aisya menikah dan tidak melahirkan, sedangkan Maryam melahirkan
tanpa pernikahan. Jadi mana yang lebih berhak mendapatkan tuduhan kebatilan
itu, dan mustahil keduanya melakukan tuduhan itu, semoga Allah meridhai
keduanya.”
Raja
Romawipun tidak bisa berkutik setelah mendapat jawaban cemerlang itu, lantas ia
bertanya lagi:
“Apakah nabi
kalian berperang dan berada di barisan terdepan, dan apakah ia terkadang pernah
kalah?”. Lalu al Baqillani menjawab dengan tegas: “Iya”.
Kemudian Raja
Romawi tersenyum sumringah, dan berkata:”Nabi kok kalah perang.” Lalu al
Baqillani menimpali: “Tuhan kok disalib”.
Mendegar
jawaban ‘skakmat’ tersebut Raja Romawi dan pendeta yang hadir dalam perdebatan
tersebut tak bisa berkata berkata lagi.
Pada hari Sabtu
di daerah Qin bulan DzulQa’dah tahun 403 H Abu Bakar al Baqillani dipanggil
oleh Allah. Tokoh utama madzhab Hanbali; Abul Fadhi at Tamimi sangat
menghormati beliau dan menuturkan bahwa al Baqillani telah menulis karya
setebal 70.000 lembar.
Sumber:
Majalah Sidogiri edisi 159 ditulis oleh Afifuddin